Medan, PRESISI-NEWS | Pemerintah harus memberi perhatian khusus terhadap keberadaan para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang dewasa ini semakin terpukul dengan adanya gelombang impor produk-produk UMKM dari China. Bahkan Bea dan Cukai tak mampu mengawasi masuknya impor dari China tersebut. Sudah over load katanya.
Di sisi lain, perhatian pemerintah untuk mendorong agar para pelaku UMKM melek digitalisasi, ternyata belum cukup jika aturan dan UU tentang impor barang tak bisa dikendalikan kendati sudah ada regulasi.
“Kalau tidak cocok dengan dokumen impor ya sebaiknya dipulangkan saja. Jadi nggak ada yang namanya kecolongan atau kebobolan,” tandas Ketua LP3SU, Salfimi Umar pada wartawan, Selasa (02/10/2023), mengomentari makin terpukulnya pelaku UMKM belakangan ini dengan adanya belanja online di berbagai kanal, menyusul tiktok shop.
Lebih jauh Salfimi mengkuatirkan adanya dugaan tangan-tangan besar yang bermain disitu, yang diduga menabrak-nabrak UU dan regulasi demi sebuah kepentingan kelompok.
“Jadi untuk apa dibuat UU dan regulasi, kita kenyataannya bisa dilanggar-langgar itu UU dan regulasinya,” katanya.
Salfimi mengakui bahwa China kini memiliki penduduk sekitar 1,7 miliar. Bayangkan, salah satu negara yang jumlahnya penduduk terbanyak di dunia ini pasti tidak mudah untuk mengelolanya. Untuk itu negara itu melakukan invasi dan ekonomi.
“Misalnya mengirimkan bangsanya ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Bahkan mereka memberikan bantuan atau hutang-hutang kepada negara-negara miskin, termasuk Indonesia untuk membenahi infrastruktur jalan yang berujung dengan sulitnya membayar hutang sehingga menjadi masalah bagi negara-negara miskin tersebut,” tambah Salfimi Umar.
MASIH KURANG
Menurut Salfimi Umar, perhatian dan perlilndungan pemerintah terhadap keberadaan UMKM dinilai masih kurang memenuhi harapan. Bayangkan di era digitalilsasi ini, tidak sedikit UMKM yang gulung tikar akibat disalip dengan adanya jual beli online, menyusul dugaan Tiktok shop bermain di bisnis yang sama.
Pada menjelang Pemilu Legislatif ini, lanjut Salfimi, biasanya pelaku UMKM diberikan janji-janji yang muluk. Namun setelah terpilih, biasanya mereka terkesan diabaikan, lupa terhadap janji-janjinya.
Disebutkan, morat maritnya UMKM ini juga dilihat Presiden Joko Widodo yang turun langsung ke tengah masyarakat. Untuk itu Presiden juga mengisyaratkan agar Tiktok shop boleh melakukan transaksi jual beli.
“Pernyataan Presiden Joko Widodo ini juga disusul dengan keluarnya peraturan Menteri Perdagangan Indonesia yang mengisyaratkan Tiktok hanya bisa mengiklankannya saja dan tidak boleh bertransaksi,” katanya.
Menyikapi banjirnya produk UMKM China berkualitas, Salfimi meminta pelaku UMKM bisa melakukan berbagai terobosan baru dalam membuat produk dengan meningkatkan kualitas. Agar bisa bersaing dengan produk China.
“Kalau dulu produk China berkualitas, tapi produk Indonesia sudah mutunya kurang bagus, harganya lebih mahal dari produk China. Ya kalau begini, tentu produk luar yang kita beli,” ucapnya.
Salfimi juga berharap pemerintah dapat bantu UMKM agar mereka bisa bangkit dan menjadi raja di negerinya sendiri. Selain itu pemerintah harus buat aturan yang lebih menguntungkan UMKM. Pemerintah saat ini tidak cukup menghimbau agar rakyat cinta terhadap produk lokal, tapi juga harus jujur dan betul-betul bantu sektor UMKM dan bisa menghidupkan puluhan juta pelaku UMKM di Indonesia.
Di Malaysia, sebut Salfimi, UU dan regulasi, itu benar-benar dijalankan. Tidak ada itu yang namanya intervensi. Jika ada menyalahi aturan dan UU, mreka memberikan sanksi tegas kepada pelakunya. “Jadi ketegasan sangat diperlukan pemerintah dalam hal melindungi UMKM, demi masyarakat,” katanya.
Menyinggung tentang adanya pasar besar ASEAN, Salfimi mengatakan, bahwa hal itu tidak bisa sembarangan. Misalnya menghantam produk-produk UMKM lokal. Ada batasannya. Intinya, pemerintah juga harus melindungi rakyat, terutama UMKM.
Menyinggung masalah pelaku UMKM Monza yang kini semakin terpuruk akibat adanya larangan impor pakaian bekas ke Indonesia, dirasakan Salfimi sebagai memukul ekonomi rakyat kecil.
“Secara prinsip, sebenarnya tidak mempengaruhi laju perekonomian Indonesia. Jujur, hanya sekian persen saja orang yang memakai busana dan tas seken. Mungkin ada faktor-faktor kepentingan sehingga keberadaan para pelaku UMKM Monza jadi tergusur dan terpuruk.
“Ini seharusnya menjadi perhatian perhatian pemerintah untuk melindungi UMKM. Bukan sebaliknya,” pungkasnya. (bar/de)