Jakarta, PRESISI-NEWS.com
Kemacetan yang terjadi di Kota DKI Jakarta masih menjadi topik bahasan hangat di berbagai kalangan, salah satunya yang dilakukan Focus Group Discussion (FGD) tentang Penanganan Kemacetan di Provinsi DKI Jakarta, pada Kamis (06/07/2023) kemarin.
Dengan bertemakan, Penanganan Kemacetan di Provinsi DKI Jakarta bertujuan untuk menghimpun dan mendiskusikan saran, tanggapan dan masukan dari berbagai pihak baik dari pakar transportasi, akademisi, pelaku transportasi maupun instansi terkait lainnya dari berbagai aspek yang terkait untuk memperkaya pengetahuan sebagai dasar pengambilan kebijakan lanjutan dalam menangani Kemacetan di Provinsi DKI Jakarta dengan menghadirkan para tokoh-tokoh yang mumpuni dibidangnya.
Sebagai narasumber yang dihadirkan dalam FGD tersebut adalah Prof. Dr. Ir. Sutanto Soehodho, M. Eng sebagai pakar transportasi, Deputi Kepala Perwakilan Kantor Bank Indonesia DKI Jakarta (Musni Hardi K. Atmaja) sebagai pakar ekonomi dan Ir. Agus Pambagio, M. Eng sebagai pakar kebijakan publik , dengan Penanggap adalah Prof. Danang Parikesit sebagai pakar transportasi, Ir. Nirwono Joga, MLA sebagai pengamat tata ruang dan Kepala Sub Direktorat Angkutan Orang Badan Pengelola Transporasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Republik Indonesia. Diskusi dipandu oleh Moderator Dr. Yayat Supriatna, MSP.
Dari pertemuan FGD tersebut melahirkan Kesimpulan diantaranya, Pola integrasi perlu didorong dalam layanan angkutan umum supaya bentuk kultur-nya dapat memberikan pelayanan dan dapat menjadi bentuk edukasi secara langsung. Komitmen DKI untuk melakukan pembenahan feeder sudah semakin baik serta komitmen dan konsistensinya sudah semakin baik.
Selanjutnya, tentang kebijakan penanganan kemacetan diperlukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat agar maksud dan tujuan kebijakan dapat tersampaikan dengan baik dan tidak menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.
Dari semua instrumen kebijakan yang sudah dijalankan oleh DKI Jakarta, perlu dicatat kinerja instrumen mana yang sudah sukses. Langkah selanjutnya tinggal memperdalam lagi kinerja instrumen lain yang dapat ditingkatkan seperti integrasi antarmoda pada simpul transportasi yang diintegrasikan dengan tarif integrasi sehingga mampu membuat sinergi antar moda membutuhkan dukungan dari konteks pelayanan, contohnya peningkatan LRT Jabodebek yang lebih mampu meningkatkan layanan transportasi.
Penanganan kemacetan yang dilakukan dalam bentuk konkrit adalah tentang upaya pelaksanaan jam kerja sebagai salah satu bentuk TDM.
Diperlukan komitmen dan konsistensi bersama antara Pemangku kepentingan (Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Jabodetabek, BPTJ, DPRD, swasta) untuk menunjang kebijakan penanganan kemacetan;
Penerapan jam kerja disesuaikan dengan karakteristik instansi/perusahaan didukung dengan fasilitas penunjang seperti kemudahan komunikasi (ICT), serta rumusan insentif yang tepat. Kebijakan penanganan kemacetan harus bersifat berkelanjutan dan konsisten. Solusi untuk menangani kemacetan di DKI Jakarta.
Untuk jangka pendek: perluasan ruas ganjil-genap sampai dengan bodetabek, menerapkan pembagian jam kerja bagi pemerintah dan fleksi time bagi swasta menyesuaikan dengan sektor usaha, menetapkan regulasi SOP pengaturan jam kerja dengan tolak ukur dan penilaian yang tepat, penerapan insentif tarif, meningkatkan akses layanan dan integrasi antar moda sehingga first mile and last mile pengguna jelas dan efektif
Sedangkan untuk jangka panjang: pembenahan tata kota yang salah satunya bisa dengan implementasi pengembangan TOD, penerapan congestion charge, penerapan jalan berbayar (ERP) dibarengi dengan kenaikan tarif parkir dan pajak kendaraan bermotor yang kemudian dapat ditingkatkan menjadi car free zone atau low emission zone di area-area dengan kepadatan tinggi yang sudah terlayani transportasi publik. (Buher/r)