Jakarta, PRESISI-NEWS | Mabes Polri menggelar konferensi pers pengungkapan sindikat perdagangan gelap narkotika dan TPPU jaringan internasional, Fredy Pratama di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, selasa (12/09/2023)
Pengungkapan tersebut, hasil operasi bersama Polri dengan Royal Malaysia Police, Royal Thai Police, US-DEA dan instansi terkait.
Pengungkapan kasus narkoba ini juga menyertakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total rampasan mencapai Rp10,5 triliun. Sedangkan, barang bukti sitaan narkoba terdiri dari 10,2 ton sabu dan 116.346 ekstasi. Terdapat 884 tersangka berhasil ditangkap.
Pengungkapan kasus narkoba ini juga menyertakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total rampasan mencapai Rp10,5 triliun.
Sedangkan, barang bukti sitaan narkoba terdiri dari 10,2 ton sabu dan 116.346 ekstasi. Terdapat 884 tersangka berhasil ditangkap.
Kabareskrim Polri, Komjen Pol. Wahyu Widada menjelaskan, pengintaian, dan penelusuran terhadap jaringan Fredy Pratama ini sudah dimulai sejak 2020.
Sambungnya, barang bukti sitaan sepuluh ton lebih sabu-sabu yang berhasil dikuasai oleh aparat keamanan, merupakan dari upaya menangkap Fredy Pratama sejak dalam perburuan.
“Secara keseluruhan, barang yang sudah masuk ke Indonesia, itu mencapai 100 sampai 500 Kilogram (Kg),” ujarnya kepada wartawan
Lanjut Wahyu mengatakan, pengungkapan jaringan Fredy Pratama turut menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Dari penelusuran PPATK, ditemukan aliran uang transaksi narkotika dari jaringan Fredy Pratama senilai triliunan Rupiah.
Dari analisa PPATK tersebut, tim penyidik di Bareskrim Polri telah membekukan aset-aset, dan rekening milik jaringan Fredy Pratama.
“Untuk aset yang sudah dibekukan dan sudah kita sita, totalnya sekitar Rp 10,5 triliun,” kata Wahyu.
Adapun terkait dengan rekening, untuk kebutuhan penyidikan, sudah meminta kepada PPATK selaku otoritas yang melakukan blokir atas 406 rekening yang terkait dengan jaringan Fredy Pratama.
“Nilai rekening yang dilakukan pemblokiran sebesar Rp 28,7 miliar,” kata Wahyu.
Ia pun menjelaskan, terkait dengan jaringan Fredy Pratama, laporan dari kepolisian tiga negara menerima sebanyak 408 pelaporan menyangkut soal peredaran narkotika.
Tetapi, kata Wahyu, sampai saat ini, kepolisian di tiga negara itu, belum berhasil menangkap Fredy Pratama sebagai tokoh utama jaringan narkotika raksasa di Asia Tenggara itu.
“Status Fredy Pratama sendiri masih DPO (buronan),” jelasnya. (Doddy)