Depok, PRESISI-NEWS | Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Lokal yang dilaksanakan Pemerintah Kota (Pemkot) Depok menekan stunting, sangat bagus. Pelaksanaan PMT lokal selama sepekan, balita yang menjadi sasaran program tersebut mengalami kenaikan berat badan.
“Itu terbukti dampak dari pemberian makanan, seminggu program berjalan, anak-anak yang kita timbang enggak ada yang stuck (mandek), semuanya naik,” kata Wali Kota Depok, Mohammad Idris, Selasa (21/11/23).
“Bahkan, ada anak yang kenaikannya itu satu kilo, karena benar menjalankannya, sambungnya.
Lebih lanjut Idris menuturkan, Depok masuk sebagai lima besar kota dalam upaya percepatan penurunan stunting yang dinilai bagus oleh pemerintah, dan di bawah standar nasional.
“Sebagai bentuk penghargaan pemerintah pusat, Depok dikasih Dana Insentif Daerah (DID) dari APBN sebagai hadiah pemerintah pusat ke daerah,” ujarnya.
“Tetapi dikirimkannya ke kas daerah sudah milik daerah untuk diimplementasi program pemberian makanan tambahan yang namanya PMT lokal,” ucap Kiai Idris sapaan akrab Wali Kota Depok.
Dia menjelaskan, makanan tambahan untuk balita ini dalam bentuk kudapan yang mengandung nilai gizi yang sesuai dengan kebutuhan anak stunting.
“Makan tambahan bukan makanan pokok, bahasa gaulnya camilan, tetapi ini bergizi untuk anak-anak bermasalah stunting, itu harus dipahami,” kata Kiai Idris.
“Jadi kudapan sesuai dari SOP arahan kementerian, bergizi misalnya tetapi lokal, bukan beli di pabrik, supermarket, yang kemasan-kemasan itu,” sambungnya.
Misalnya kudapan atau camilan nugget yang harus dibuat sendiri dengan memberdayakan masyarakat, salah satunya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Depok.
“Pengolahannya kita serahkan ke penyedia PMT tadi, pokoknya ada dana, jangan pula makanan Rp18 ribu tetapi yang ditinggikan itu dana totalnya sekian miliar, itu kan framing namanya,” tuturnya.
“Kita harus liat rinciannya berapa ribu anak yang harus diberi makan masalah stunting, bukan hanya stunting, tetapi anak yang timbangannya enggak naik atau kurang timbangannya, itu masuk masalah stunting, dan anak-anak yang kurus kurang gizi, susah makannya kena program PMT,” beber Kiai Idris.
Selanjutnya, ia mengungkapkan, ada sebagian ibu yang mengatakan anaknya tidak doyan makan saat diberikan menu PMT lokal, lalu dicek oleh kader untuk mengetahui penyebabnya.
Setelah dicek ternyata karena ibunya dahulu sempat diedukasi, namun tidak melaksanakan arahan-arahan yang diberikan posyandu, puskesmas tentang makanan bergizi.
“Anak-anak biasa dikasih bubur ayam beli di warung sebelah, dikasih makanan yang banyak mecin supaya sedap, kalau susah anak makan indomie, biasa makan begitu dikasih makanan standar bergizi ya susah, kalau anak stunting harus makanan standar tadi,” jelas Kiai Idris.
“Jadi tolong jangan disamakan, misalnya kudapan otak-otak, jangan disamakan otak-otak yang kita beli di rumah makan biasa, itu enggak memenuhi standar bergizi untuk anak stunting,” ujarnya.
Sedangkan, pemilihan tahu sebagai salah satu menu PMT juga dari petunjuk teknis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.