PRESISI-NEWS.COM , Jakarta.
Bupati Penajam Paser Utara, Abdul Gafur Mas’ud (AGM), ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebuah Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta Rabu (12/1/2022). AGM ditangkap atas dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakil terkait dengan kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tahun 2021-2022.
AGM dicokok KPK bersama dengan NP (orang kepercayaan AGM) dan NAB (oknum Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan) saat keluar dari lobby sebuah mal di Jakarta Selatan dengan barang bukti sebuah tas koper berisi uang tunai sebanyak Rp.1 miliar.
Uang tersebut diduga merupakan uang yang dikumpulkan oleh NP, atas perintah AGM, dari beberapa rekanan/kontraktor melalui MI (oknum Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara), JM (oknum Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara), dan EH (oknum Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara).
Selain itu, dari hasil pemeriksaan KPK, ditemukan pula uang yang tersimpan dalam rekening bank milik NAB sejumlah Rp447 juta yang diduga milik tersangka AGM yang diterima dari sejumlah para rekanan.
Tim KPK juga turut mengamankan beberapa pihak di Jakarta, yaitu MI dan istrinya WL serta AZ (swasta/kontraktor). Di tempat terpisah, Tim KPK yang berada di wilayah Kalimantan Timur mengamankan SP dan AD (orang kepercayaan AGM) JM dan EH (oknum ASN).
Tersangka AZ selaku pemberi kemudian di tahan di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur dan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara tersangka AGM, MI, EH, JM dan NAB selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (Red)